Jakarta 3/6/2009 (KATAKAMI) Seperti yang diungkapkan oleh kalimat bijak yang cukup terkenal, “Semakin tinggi pohon menjulang, maka semakin kuat angin yang akan menerpa pucuk dedaunannya untuk menghempaskan sang pucuk ke kiri dan ke kanan”.
Seperti itulah, ilustrasi yang bisa digambarkan seputar Presiden ke-44 AS Barack Hussein Obama.
Apa saja yang diucapkan dan dilakukannya, selalu cepat “disambar” untuk segera dikomentari. Iya kalau yang mengomentari itu memang sepaham dan selaras dengan misi baik yang sedang dan hendak terus dilakukan Presiden Barack Hussein Obama. Komentar itu pasti sejuk dan landai-landai saja.
Lain halnya, kalau yang mengomentari itu memiliki latar belakang kejiwaan yang khusus. Misalnya, sudah dari “sononya” antipati dan dendam kepada AS. Atau, yang merasa terluka harga diri kepartaiannya, dalam menyikapi kemenangan gemilang putera pasangan Hussein Obama & Ann Dunham ini. Tak cuma komentar, pasti akan selalu ada euforia untuk menunjukkan eksistensi diri atau partai — baik itu di domestik atau non domestik AS — bahwa mereka tak akan pernah gentar untuk menghadapi “Obama”.
Padahal kalau mau jujur, saat ini Obama sudah bukan lagi menjadi bagian tak terpisahkan dari keluarga besarnya. Obama, adalah pucuk pimpinan — sekaligus Panglima Tertinggi — di AS. Sebagai pemimpin, ia wajib memberikan dan mengeluarkan keputusan, pemikiran, pernyataan dan segala sesuatu yang muaranya membawa AS (bahkan dunia secara keseluruhan) ke arah yang lebih baik.
Untuk itulah, maka Presiden Barack Hussein Obama dipilih secara mayoritas dan menang dengan sangat mengagumkan pada pertarungan panggung politik AS bulan November 2008 lalu.
Jika setelah kemenangan itu, ternyata situasi dan kondisi di AS — termasuk juga di tataran dunia internasional yang secara langsung dan tak langsung berkaitan atau membutuhan dukungan kuat AS — hanya datar-datar saja atau jalan ditempat dan akhirnya mundur teratur menyeret kehidupan menjadi lebih tidak baik, alangkah sedihnya rakyat AS dan warga dunia karena figur yang diyakini akan membawa perubahan yang lebih baik itu ternyata cuma “OMDO” atau omong doang. Alias, NATO atau No Action Talk Only.
Dilantik dalam upacara inagurasi yang begitu gegap gempita dan sangat spektakuler pada awal tahun 2009 lalu, kini persis memasuki pertengahan tahun 2009 Presiden Barack Hussein Obama melakukan kunjungan kenegaraan Ke TImur Tengah, Jerman & Perancis.
Dalam lawanan 5 harinya, Presiden Obama dijadwalkan akan bertemu dengan Raja Arab Saudi, King Abdullah pada hari Rabu (3/6/2009) waktu setempat. Kemudian hari Kamis (4/5/2009) akan berpidato kepada dunia muslim di Universitas Kairo.
Selanjutnya dari Cairo, Presiden Obama bertolak menuju Jerman untuk berkunjung ke KAMP Konsentrasi Buchenwald. Dan terakhir, lawatannya akan diakhiri di Perancis untuk menghadiri Peringatan Ulang Tahun ke-65 D-Day guna mengenang penyerbuan Normandia
perang dunia kedua.
perang dunia kedua.
Sebagai pemimpin baru yang kini menjadi ikon sangat membanggakan dari negara adidaya, kunjungan Sang Presiden ini hendaknya tidak diartikan sebagai niat buruk AS untuk menjadi “polisi dunia” yang mau mencari-cari kesalahan, kelemahan dan kekurangan negara-negara yang didatanginya.
Coba diperhatikan dari awal Presiden Obama melakukan kunjungan kenegaraan atau mengeluarkan pernyataan resmi yang sifatnya mendunia. Tak ada yang provokatif atau diskriminatif.
Jika secara seksama didengar, ditatap dan diamati langkah tegap Presiden Obama mensosialisasikan betapa kuatnya komitmen dan kebersediaan AS untuk memulihkan kerjasama arau hubungan diplomatik yang “kurang nyaman” selama 2 dekade rezim Bush yang patut dapat diduga sarat dengan arogansi yang menjungkir-balikkan tatanan dan perdamaian dunia — Presiden Obama siap untuk membawa AS ke dalan kerangka dialog dan keseriusan menjalin kerjasama yang saling menguntungkan.
Ke dalam dan keluar AS, segala kebijakan atau keputusan Presiden Obama selama hampir setengah tahun pertama pemerintahannya ini, mulai menunjukkan watak asli Sang Presiden ini. Obama, pribadi yang keras, tegas, cerdas dan tak pernah mau setengah-setengah untuk mewujudkan atau melaksanakan kewajiban serta tugas-tugasnya sebagai seorang kepala negara yang pada hakekatnya mesti menyelaraskan segala sesuatunya dengan nilai-nilai hukum, HAM dan Kemanusiaan.
Mulai hari Selasa (2/6/2009) waktu di AS, Presiden Obama akan bertolak untuk memulai lawatannya ke sejumlah negara !
Pesawat AIR FORCE ONE mengantarkan terlebih dahulu rombongan kepresidenan ini ke Ryadh dan selanjutnya ke Mesir. Dan yang cukup kontroversial “ditanggapi” adalah rencana pidato Presiden Obama di CAIRO UNIVERSITY. Presiden Obama akan menegaskan kembali komitmen kuat AS untuk “berjalan beriringan”, menatap ke depan dalam suasana yang penuh perdamaian dan menjalin kerjasama yang konstruktif dengan Negara-Negara (Dunia) Islam.
Kalau sekarang dipertanyakan seputar kontroversi yang diciptakan atau direkayasakan oleh pihak tertentu yang “tak senang” terhadap misi baik yang sedang terus dijalankan Presiden Obama, “Apa yang salah dari Presiden Obama jika ia merasa perlu untuk kembali menegaskan bahwa AS tidak sedang berpura-pura atau bersandiwara dalam menyongsong dan melaksanakan keinginan baik dalam merangkul dan berjalan beriringan dengan Negara-Negara (Dunia) Islam ?
Jika pertanyaan itu ditujukan sepada seluruh kepala pemerintahan, kepala negara atau sebutlah Raja-Raja di Timur Tengah, serta ditujukan juga kepada Dunia Muslim secara keseluruhan dan pihak-pihak radikalisme berbasis Islam yang sangat militan, “Apakah salah atau adakah yang salah, jika Pemimpin baru di AS menawarkan dan menunjukkan kesungguhan tentang perlunya berjalan beriringan dan menjalin kerjasama yang kuat saling menguntungkan dengan Negara-Negara (Dunia) Islam ?”
Dari sudut pandang mana, atau mengenakan kacamata model apa, jika ada pihak tertentu yang sinis dan cenderung asal bunyi seenak jidatnya saja, dengan mengatakan bahwa kunjungan Presiden Obama ke Timur Tengah kali ini harus diartikan bahwa AS ingin terus menunjukkan kediktatorannya.
Ayman As-Zawahri, anggota kelompok radikal Al Qaeda — yang mengklaim dirinya sebagai petinggi nomor 2 dalam organisasi yang dikuasai Osama Bin Laden ini — pagi-pagi buta sudah “berteriak-teriak” bahwa kunjungan atau pidato yang akan disampaikan Presiden Obama adalah sesuatu yang “bloody” atau berdarah-darah.
Maka sebaiknya, disarankan agar siapapun didalam struktur organisasi Al Qaeda — bahkan secara khusus disampaikan kepada Osama Bin Laden dan Ayman As-Zawahri — bahwa didalam Islam, niat baik seseorang tidak boleh dinistakan.
“Janganlah berburuk sangka atau SUUDZON, tetapi berbaik-sangkalah atau KHUSNUZON kepada pihak yang memang menawarkan kebaikan”.
Bagaimana ajaran agama mau dilaksanakan secara baik dan benar, jika prinsip yang sangat mendasar tentang Suudzon dan Khusnuzon seperti tak bisa diimplementasikan ?
Jika seorang Barack Hussein Obama ingin mengguncangkan dan memporak-porandakan peradaban dunia da
n nilai-nilai kemanusiaan yang paling hakiki, maka ia TIDAK PERLU repot-repot buang waktu “mendekati” pihak lain.
n nilai-nilai kemanusiaan yang paling hakiki, maka ia TIDAK PERLU repot-repot buang waktu “mendekati” pihak lain.
Dari balik meja kerjanya di WHITE HOUSE, sebagai Panglima Tertinggi Kemiliteran di AS maka Presiden Obama bisa sewaktu-waktu melakukan “COMANNDER’S CALL”.
Ia cukup memanggil para panglima atau komandan lapangan dari ketiga matra yaitu Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Angkatan Darat agar “makin dihajar saja dan jangan diperdulikan” semua tetek bengek yang berkaitan dengan nilai-nilai hukum, HAM & kemananusiaan” di berbagai medan pertempuran.
Untuk menjadi seorang Panglima Tertinggi, Obama tak perlu menyetel mimik wajah atau bahasa tubuhnya agar menjadi komandan yang paling komandan dengan perangai yang sadis.
Sebab, Obama memang bukan pribadi yang seperti itu !
Lalu jika pertanyaannya dibalik, apakah sesuai dengan nilai ajaran agama jika ada “pemimpin” yang bisanya cuma bersembunyi di lembah-lembah, perbukitan, lalu menempuh segala penyamaran untuk mengabadikan skenario kehidupan yang sangat munafik, liar dan tak bertanggung-jawab, padahal ia sudah “MENGINVASI” selama beberapa jam dan membunuh ribuan orang tak bersalah dalam semua serangan yang benar-benar BERDARAH & BIADAB pada tanggal 11 September 2001 ?
Apakah itu bukan invasi namanya ?
Apakah itu sebuah perbuatan terpuji sebagai wujud dari perjuangan JIHAD yang sesungguhnya ?
Apakah itu bukan DIKTATOR namanya, yaitu diktator yang sadis dan biadab, jika dari balik tenda-tenda persembunyian “di suatu tempat: main perintah saja agar pengikuti-pengikutnya menjadi motor kehancuran di berbagai negara dan di berbagai sektor.
Apakah pantas ada orang yang merasa menjadi “PEMIMPIN DUNIA” yang menggambarkan dirinya seolah-olah menjadi seorang KHALIFAH yang luhur dan mulia, jika setelah berbuat salah yang melanggar hukum yaitu menewaskan secara sadis ribuan orang yang tidak bersalah, lalu bersembunyi agar tak perlu menjalani proses hukum ?
Apakah KESATRIA namanya, jika selama bertahun-tahun cuma berani “NGEMBER” saja lewat tayangan video yang mendunia, tetapi wujud manusianya bersembunyi ala raja-raja minyak di padang gurun sehingga tinggal tekan knop maka berbagai serangan brutal terorisme dalam berbagai bentuk modus operandi terjadi dimana-mana ?
Apakah itu bukan watak asli pemberontak yang mengangkangi dan mengencingi nilai-nilai peradaban dunia, terutama nilai-nilai hukum, HAM & Kemanusiaan ?
Apakah itu bukan tangan yang berdarah-darah “BLOODY” bila dengan sangat mudahnya melakukan serangan brutal yang tak cuma melanggar, tetapi juga sudah sangat menghancurkan prinsip kepatutan dan kewajaran ?
Hey, SHUT UP, tutup mulut ANDA, bagi siapapun yang merasa bahwa dirinyalah yang terindikasi sebagai oknum-oknum yang baru saja dijabarkan disini !
Pertanggung-jawabkanlah terlebih dahulu brutalisme, kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran berat anda di muka hukum. Baru setelah itu, anda layak mengkritik orang lain !
Janganlah petantang petenteng, SOK JAGO, dan terus menerus merasa bisa dengan mudah melihat semut di seberang lautan tetapi SERIGALA yang didepan matanya sendiri justru tidak kelihatan.
Singkat kata, kunjungan dan bahkan pidato yang akan disampaikan Presiden Obama kepada Dunia Muslim harus dihargai dan didukung.
Bila ke depan nanti, ternyata Presiden Obama mengingkari janji itu maka semua pihak bisa menagihnya.
Obama datang untuk merangkul dan mengajak Negara-Negara (Dunia) Islam untuk berjalan beriringan dan bekerjasama dengan saling menguntungkan atas nama persahabatan. Membuka sebuah lembaran baru yang jauh diharapkan dan diusahakan benar-benar mengubah apapun yang kurang pantas dalam menjalin relasi.
Bersuaralah Presiden Obama, dan tetaplah melangkah dengan gagah penuh wibawa untuk memberitahukan kepada “Dunia Muslim” dan “Dunia Secara Keseluruhan” tentang kesungguhan AS melaksanakan dan mewujudkan semua harapan serta kerjasama yang saling menguntungkan.
Change ?
Yes You Can, Yes We Can … !
(MS)