Minggu, Juni 21, 2009

Ketika Negeriku Di Persimpangan Jalan, Ingin Berdemokrasi Seperti AMERIKA, ISRAEL, Atau IRAN ?

Jakarta 21/6/2009 (KATAKAMI) Hanya tinggal menghitung waktu, rakyat Indonesia akan menghadapi PESTA DEMOKRASI lima tahunan berikutnya yaitu Pemilihan Umum Pemilihan Presiden atau yang lebih dikenal dengan istilah PEMILU PILRES.

Dan kalau diperhatikan, GELIAT POLITIK dari masing-masing Capres dan Cawapres sudah sangat dinamis. Bagus-bagus saja dan memang harus demikian yang mereka lakukan. Komunikasikan kepada rakyat, visi dan misi yang akan dilakukan bila kelak terpilih sebagai Duet Kepemimpinan Nasional periode 5 tahun mendatang.

POLRI dan TNI juga diharapkan bisa melaksanakan dan membuktikan NETRALITAS mereka dalam Pemilu Pilpres. Jangan korbankan “masa depan” institusi. Belum tentu, yang mau dipaksakan menang karena kebetulan saat ini masih berkuasa, bisa menang kembali.

Jadi, perhatikan atau cermati betul-betul “arah angin” perpolitikan di negeri ini. Jangan sampai, kehilangan muka dan jabatan. Sudah mati-matian mengamankan atau memaksakan kemenangan seseorang atau sepasang kandidat, ternyata nanti KEOK.

Bahaya itu !

Kalau menurut istilah tokoh dalam film NAGABONAR, “Apa Kata Dunia ?”. Jadi, semua perangkat keamanan dan aparat penegak hukum harus pintar menempatkan diri dan yang terbaik untuk dilakukan adalah BERPIHAKLAH KEPADA RAKYAT INDONESIA secara keseluruhan.

Dari tiga pasangan Capres – Cawapres yang akan maju dalam Pemilu Pilpres, kami sungguh tertarik dan sangat terpukau pada gaya politik pasangan JK – Wiranto dan Megawati – Prabowo. Kedua pasangan ini, saling bahu membahu dan cantik sekali “MENJUAL” diri mereka.

Kehebatan tim sukses dalam “MENJUAL” para jagoan mereka, diuji menjelang Pemilu Pilpres 2009 ini.

Dan kami sungguh terkesan terhadap berbagai iklan politik dari pasangan JK – Wiranto misalnya. Inovatif dan mudah dicerna. Menggelitik dan simpatik. Semoga semua iklan-iklan politik itu tidak jadi mubazir dan hanya memperkaya media massa yang dituju.

Dan kalau mau jujur sebenarnya, jauh lebih baik bila beriklan di media cetak. Agar, rakyat mengingat dan jelas membaca visi dan misi dari masing-masing kandidat. Tidak usah memasang iklan yang terlalu muluk-muluk memuji dan menepuk-nepuk dada tanda kesombongan tentang keberhasilan disana-sini. Sebab, rakyat akan menilainya sendiri.

Misalnya, inilah pemerintahan yang bersih dari korupsi. LANJUTKAN !

Apa yang dilanjutkan ?

Era kepemimpinan 5 tahun terakhir ini menjadi sangat “terjun bebas” ke bawah pasca ditangkapnya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif, Antasari Azhar.

Mengapa ?

Ya, karena patut dapat diduga dibalik kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen itu terdapat begitu banyak kasus-kasus pemerasan. Dan, patut dapat diduga — menurut SUMBER KATAKAMI yang sangat amat dapat dipercaya — sedikitnya ada 5 orang Menteri yang menjadi korban “PEMERASAN” agar kasus korupsi mereka di Departemen masing-masing tidak diproses di KPK.

Apa fakta atau pertimbangan yang mau dibanggakan soal “pemerintahan yang bersih dari korupsi” kalau ternyata patut dapat diduga sejumlah MENTERI nyaris terseret dan terlempar ke dalam penjara. Sehingga, itulah sebabnya mereka — para menteri yang diperas ini — patut dapat diduga mau mau saja menyerahkan uang sogokan agar KPK tidak memproses kasus kourpsi mereka.

Hati-hati kalau berbicara dan membanggakan diri !

Kita semua, terutama seluruh warga dunia — sudah menyaksikan bagaimana indah dan suksesnya proses demokratisasi di AMERIKA SERIKAT. Ada pesona politik yang harusnya dipelajari dan menjadi HIKMAH tersendiri bagi negara-negara lain yang juga menjalankan proses demokratisasi.

Mundurnya Hillary Rodham Clinton untuk memberikan “jalan mulus” bagi Barack Hussein Obama melangkah ke panggung pertarungan yang sangat berat melawan kandidat CAPRES John McCain.

Lalu, cara Barack Hussein Obama merangkul kembali Hillary Rodham Clinton, pasca kemenangannya menyingkirkan Pak Tua McCain. Hillary, perempuan yang sangat cerdas dan memiliki senyum yang menawan ini, akhirnya menjadi ujung tombak yang gesit bagi Kabinet Obama sebagai MENTERI LUAR NEGERI.

Walau Indonesia tidak memiliki hubungan diplomati dengan ISRAEL, tapi mari kami ajak anda melihat proses demokratisasi disana baru-baru ini.

Tidak ada demontrasi yang berdarah-darah atau yang mengorbankan nyawa rakyatnya sendiri. Benjamin Netanyahu, naik sebagai Perdana Menteri secara terhormat dan tidak harus dibayar dengan nyawa rakyat Israel.

Bandingkan dengan proses demokratisasi di IRAN !

IRAN, menjadi cemoohan dan sangat ditertawakan semua negara di muka bumi ini. Bagaimana tidak dicemooh dan ditertawakan !

Bayangkan, dan hitunglah, berapa korban tewas yang dihajar dan mati sia-sia hanya karena rakyat di Iran merasa “HAK SUARA” mereka raib entah kemana.

Itulah juga yang sempat terjadi di INDONESIA pada Pemilu Legislatif 2009.

Bedanya, 20 JUTA rakyat Indonesia yang tidak bisa memilih, tidak turun ke jalan berdemonstrasi dan cakar-cakaran secara sadis. Padahal, jauh lebih besar jumlah pemilih yang patut dapat diduga dirampas dan ditindas hak suaranya di Indonesia ini agar tidak bisa memilih pada Pemilu Legislatif 2009 lalu !

Ternyata sama saja, mau negara manapun — sepanjang untuk mencaplok kemenangan yang menggiurkan — rakyat sendiri bisa dikorbankan.

Kini, saatnya INDONESIA memilih dalam pesta demokrasi yang bermartabat !

Janganlah lagi diulangi praktek-praktek kecurangan yang sangat menjijikkan. Janganlah lagi dikorbankan hak suara rakyat Indonesia. Janganlah lagi dipaksakan aparat-aparat yang membanggakan di republik ini, untuk hanya BERPIHAK pada sebuah golongan saja.

Hormati hak politik rakyat Indonesia.

Dan negeri yang sama-sama kita cintai ini, kini berada di persimpangan jalan. Ingin berdemokrasi seperti AMERIKA SERIKAT, ISRAEL, atau IRAN ?

Buktikanlah, semua kandidat pada Pemilu Pilpres 2009, siap menang dan siap kalah !

Bukan justru, siap menyikut, siap membunuh, siap menghancurkan dan siap mencampakkan nilai-nilai demokrasi ke dasar jurang kematian yang memilukan.

Jangan ada tumbal-tumbal nyawa di negeri yang kita cintai ini. Jangan ada pergerakan-pergerakan yang memang tak bisa dilihat secara “kasat mata”.

Jangan ada pemaksaan kehendak dan penindasan terhadap hak suara rakyat. Jika memang ada yang ingin menang — semua kandidat pasti ingin menang — raihlah kemenangan itu dengan cara-cara yang terhormat dan sesuai dengan ajaran agama !

Untuk Indonesia Yang Lebih Baik, yang dibutuhkan oleh rakyat adalah pemimpin yang berahklak mulia, dan bukan pemimpin yang giginya bertaring dua bagaikan vampir.

Kan asyik, kalau Indonesia bisa punya pemimpin yang terpilih secara demokratis dan terhormat, seperti Obama misalnya.

Pemimpin muda yang sangat cerdas, orator yang ulung, tegas dan berkharisma (ganteng pula).

Dan, yang perlu diingat, Amerika kini punya Presiden yang tidak pernah menawan, menawan, memfitnah atau memenjarakan wartawan / wartawati yang tidak bersalah dengan dalih yang sangat manipulatif.

Beda dengan ….. (seorang pemimpin yang sedang kalang kabut menenangkan dan mengendalikan situasi keamanan nasional di negaranya pasca Pemilihan Umum Presiden). Alamak, barangkali inilah yang namanya karma. Berperilaku buruk pada seorang jurnalis yang tidak bersalah.

Alamak !

(MS)

Gunjang Ganjing Kasus Pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Makin Tak Jelas & Sangat Mengecewakan Euy …!


Antasari AzharFoto Pernikahan Rani Juliani & Nasrudin ZulkarnaenKomsaris Jenderal Gories Mere Yang Patut Dapat Diduga Terlibat Kasus Pembunuhan NZ

Dimuat juga di WWW.KATAKAMI.BLOG.FR dan WWW.KATAKAMINEWS.VOX.COM

Jakarta 20/6/2009 (KATAKAMI) Hampir empat bulan setelah kematian Nasrudin Zulkarnaen, barulah terungkap “secuil” fakta baru yang cukup mengejutkan bahwa ada perintah resmi dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif Antasari Azhar kepada Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah tentang penyadapan terhadap nomor telepon Nasrudin Zulkarnaen dan Rani Juliani.

Luar biasa, perintah penyadapan keluar dari mulut atau kebijakan pimpinan KPK terhadap orang-orang yang samasekali tidak berhubungan dengan penegakan hukum tindak pidana korupsi yang ditangani KPK.

Ini menandakan, lagi-lagi patut dapat diduga KPK menunjukkan arogansi dan penyalah-gunaan kekuasaan atau kewenangan mereka — terkait penggunaan intercept atau alat penyadap –.

Mengapa disebut arogan atau penyalah-gunaan kekuasaan ?

Mari kita ingat PERTUNJUKAN sangat aduhai sepanjang tahun 2008 lalu, saat dengan bangganya KPK memamerkan smeua koleksi penyadapan dalam kasus tindak pidana korupsi atau suap antara Artalyta Suryani dan (Mantan Jaksa) Urip Tri Gunawan.

Rekaman penyadapan yang dalam proses hukum hanya dijadikan “BUKTI PETUNJUK”, patut dapat diduga justru dimanfaatkan KPK — dalam hal ini Antasari Azhar — sebagai alat penggebuk bagi Kejaksaan Agung.

Bahkan dengan hebatnya, dalam persidangan Tim Jaksa Penuntut Umum berkata lantang bahwa dari serangkaian penyadapan terhadap Ayin (Artalyta Suryani, red), ada yang disadap saat menggunakan nomor telepon SINGAPURA.

Seakan tak ada etika dalam penugasan-penugasan yang semestinya dirahasiakan demi kepentingan tugas dan hal-hal lain yang sangat fundamental.

Menyadap nomor telepon dari negara lain dan diakui pula secara terus terang bahwa penyadapan itu memang dilakukan saat Ayin menggunakan nomor telepon Singapura.

Belum lagi, saat rekaman penyadapan yang tak ada relevansinya dengan kasus korupsi yang sedang ditangani, ikut diperdengarkan yang patut dapat diduga sekedar mencari sensasi.

Contohnya, saat Ayin mengatakan kepada perempuan yang disinyalir sebagai Itjih Nursalim bahwa dirinya baru saja pulang dari salon kecantikan untuk persiapan menghadiri acara launching rekaman album karangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Harusnya KPK sangat malu dan tak usah lagi banyak “AKSI” pasca tertangkapnya Antasari Azhar dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.

Betapa malunya INDONESIA, seorang pemimpin dari lembaga anti korupsi yang harusnya bergengsi malah patut diduga MEMBUNUH ALA MAFIA yang sangat amat sadis luar biasa.

Betapa malunya INDONESIA, seorang pemimpin dari lembaga anti korupsi yang harusnya bergengsi malah patut dapat diduga MEMBUNUH NASRUDIN ZULKARNAEN karena percekcokan bagi-bagi uang pemerasan dari seseorang yang namanya kami singkat saja menjadi Eggtlkto senilai Rp. 550 miliar.

Sumber KATAKAMI yang “SANGAT AMAT DAPAT DIPERCAYA” di lingkungan pemerintahan menyebutkan, almarhum Nasrudin Zulkarnaen dibunuh karena patut dapat diduga karena terus mendesak untuk meminta bagian dari uang Rp 550 Miliar itu kepada Antasari Azhar. Sumber KATAKAMI menambahkan juga bahwa dari uang pemerasan senilai Rp. 550 miliar itu, patut dapat diduga baru Rp. 350 Miliar yang disetorkan kepada Antasari Azhar tetapi walaupun belum LUNAS semuanya, Nasrudin Zulkarnaen tetap meminta jatah bagian yang dijanjikan kepada dirinya

Penanganan kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen ini, patut dapat diduga sekarang justru menjadi sangat tidak kejuntrungan arahnya.

Alias mengecewakan !

Entah ada apa dibalik semua penanganan ini ?

Entah ada apa dengan pihak POLRI yang melakukan penyidikan kasus pembunuhan NZ ini ?

Entah ada apa POLDA METRO JAYA yang patut dapat diduga SOK HEBAT & SOK KERAJINAN menahan Rani Juliani — sehari setelah pembunuhan NZ –.

Atas nama perlindungan terhadap saksi, POLDA METRO JAYA menyembunyikan Rani Juliani selama hampir 4 bulan lamanya !

Buka dong secara transparan, semua hal yang memang terjadi dan memang ada didalam kasus pembunuhan ini !

Jangan ada rekayasa !

Jangan ada permainan-permainan yang mengaburkan fakta !

Sumber KATAKAMI yang “SANGAT AMAT DAPAT DIPERCAYA” di lingkungan pemerintahan juga menyebutkan bahwa beberapa pihak yang patut dapat diduga diperas oleh Antasari Azhar adalah Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah dan Gubernur Kepri Ismet Abdullah.

Buka dong semua kasus dugaan pemerasan yang patut dapat diduga ada dibalik kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen !

Ada apa sebenarnya dibalik semua ini, karena rakyat Indonesia seakan dianggap sebagai angin lalu atau orang-orang dungu yang tak perlu tahu tentang KEBENARAN YANG SEJATI !

Ada apa sebenarnya dibalik semua ini, sehingga patut dapat diduga POLRI menjadi ajaib sekali dalam menangani kasus pembunuhan NZ ini !

Sadarlah bahwa penegakan hukum itu haruslah sesuai dengan hakekat dan dalil-dalil hukum itu sendiri. Jangan ada yang dibelokkan. Jangan ada yang dikaburkan. Jangan ada yang diselamatkan. Jangan ada yang disembunyikan.

Rekam jejak Jenderal Bambang Hendarso Danuri sebagai APARAT PENEGAK HUKUM, selama ini sebenarnya sangat amat membanggakan. Ini harus jujur diakui oleh siapapun.

Di tangannya, saat menjabat sebagai KABARESKRIM POLRI, begitu banyak kasus-kasus yang diselesaikan secara gemilang dan membanggakan.

Itu sebabnya, patut dapat diduga ada beberapa pihak didalam internal POLRI sendiri yang tak suka dan tak ingin BHD berlama-lama duduk dikursi Tri Brata 1.

Bahkan patut dapat diduga, salah seorang yang sangat ambisius untuk menendang dan menyingkirkan Kapolri BHD adalah seorang perwira tinggi dari Indonesia Timur.

Kebetulan, secara tak sengaja, patut dapat diduga perwira tinggi asal Indonesia Timur ini terlibat dalam kasus pembunuhan NZ. Dan patut dapat diduga, perwira tinggi asal Indonesia Timur alias FLORES ini, adalah pihak yang paling liar dalam penggunaan alat penyadap di lingkungan POLRI.

Bambang Hendarso Danuri, memang tipikal POLISI yang SANTUN dan tak ingin agar INSTITUSI POLRI menjadi remuk kehormatannya.

Tapi, mantan Kapolda Sumut ini harus menyadari bahwa ibarat pohon yang didalamnya terdapat ranting yang busuk maka demi keselamatan dan kebaikan dari si pohon itu sendiri, ranting yang BUSUK tadi harus ditebang dan dibuang jauh-jauh.

Lalu, apakah ada beban moril didalam diri Bambang Hendarso Danuri dalam menangani kasus pembunuhan NZ ini ?

Sebenarnya dipahami jika ada beban moril yang terselip di hati POLISI-POLISI karena mendadak menjadi IBA, saat seorang PEJABAT TINGGI NEGARA ternistakan kedudukan dan martabatnya menjadi terlempar ke titik nadir sebagai seorang tahanan KEPOLISIAN untuk kasus pembunuhan yang sadis, brutal dan tidak manusiawi.

Kalau boleh jujur, sebenarnya demi tegaknya harkat, martabat dan kehormatan POLRI maka Kapolri Bambang Hendarso Danuri harus memerintahkan secara tegas penanganan kasus pembunuhan NZ ini wajib ditangani sebagaimana mestinya.

Usut dan bongkar semua !

Bukankah penegakan hukum itu harus dilakukan secara murni dan konsekuen ?

Dimana logika hukum yang bisa dijabarkan saat terungkap ada perintah penyadapan dari Ketua KPK kepada Wakil Ketua KPK untuk menyadap seorang perempuan yang patut dapat diduga menjadi KEKASIH dari Ketua KPK itu sendiri ?

Itu sebuah perintah yang resmi dan sesuai dengan prosedur yang berlaku, atau merupakan dagelan yang sangat tidak lucu ?

Disini yang mau disampaikan, Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah belum tentu bersalah atau terlibat dalam kasus pembunuhan NZ.

Terlalu dini jika mengatakan bahwa Chandra Hamzah terlibat. Penyimpangan prosedur dalam perintah penyadapan itulah yang harus ditelusuri, apakah sesuai dengan ketentuan hukum !

Antasari Azhar, sudah saatnya diajukan segera ke muka hakim dan biarlah ia mempertanggung-jawabkan seluruh perbuatannya yang patut dapat diduga memang sangat nista dan biadab yaitu membunuh orang lain secara sadis, brutal dan tidak manusiawi.

Bola sekarang akan segera beralih ke tangan KEJAKSAAN AGUNG !

Jaksa Agung Hendarman Supandji, jangan ragu-ragu untuk memberikan perintah yang tegas kepada Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang akan menangani kasus pembunuhan NZ agar memberikan TUNTUTAN MATI kepada Antasari Azhar.

Ini bukan dendam atau bagian dari kekejaman Jaksa. Bukan, harus dibedakan !

Kejaksaan Agung wajib memberikan “perlindungan hukum” dalam konteks yang sesuai dengan tugas-tugas Kejaksaan yaitu agar ada pembelajaran dan efek jera yang sangat kuat bagi PEJABAT TINGGI NEGARA agar jangan ada lagi yang BIADAB menempuh cara-cara main hakim sendiri untuk menghilangkan nyawa orang lain seenaknya.

Dan KEJAKSAAN juga jangan “terima jadi saja” kalau memang ada sesuatu yang tidak beres dari hasil penyidikan pihak POLRI.

Seperti misalnya, kasus narkoba TAMAN ANGGREK (November 2007). Dari 9 orang yang ditangkap, masak hanya 3 orang saja yang berkasnya diajukan oleh Pihak POLRI kepada KEJAKSAAN. Yang lainnya, terutama Liem Piek Kiong alias MONAS sebagai KEPALA MAFIA DARI SINDIKAT INTERNASIONAL ini, justru dibebaskan alias diloloskan untuk yang ketiga kalinya dari jerat hukum. Anehnya, Kejaksaan Agung cincai-cincai saja dan “belagak pilon” saat bandar narkoba MONAS tak kunjung ditangkap lagi dan diajukan ke pengadilan.

Untuk kasus pembunuhan NZ, Kejaksaan harus sangat pro aktif. Tanyakan, mengapa dan ada apa sebenarnya sehingga patut dapat diduga sebegitu gigihnya POLRI mengamankan RANI JULIANI ?

Kejaksaan Agung juga perlu pro aktif untuk mencari “informasi-informasi” bahwa patut dapat diduga seorang perwira tinggi berpangkat KOMISARIS JENDERAL adalah makelar utama pembunuhan NZ, yaitu otak pelaku yang merancang eksekusi pembunuhan NZ.

Kebenaran itu ibarat air yang mengalir, ia akan tetap mengalir … walau dibendung. Semoga kalimat yang indah ini, sungguh diresapi dipahami oleh Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri dan Jaksa Agung Hendarman Supandji — yang menangani kasus pembunuhan NZ –.

(MS)

LAMPIRAN TULISAN YANG TERKAIT :

“SEPUCUK SURAT UNTUK KOMBES WILIARDI WIZARD”"

kombes williardi wizard kapolres_jaksel-20060523-002-wawan

Jakarta 6 MEI 2009 (KATAKAMI) Anggaplah ini memang sepucuk surat, Pak Wiliardi Wizard. Perkenalkan, nama saya Mega Simarmata. Saat ini sayalah Pemimpin Redaksi di Portal Berita KATAKAMI.COM. Kita tidak saling mengenal secara langsung. Tapi nama anda ada di hati saya dan sejumlah pihak yang nanti akan saya jelaskan secara detail.

Jika surat ini saya sampaikan tertutup, saya tidak tahu harus mengirimkannya kemana. Dan jika surat ini dibuat telanjang seperti ini, tak akan mengurangi inti permasalahan yang akan saya sampaikan kepada anda.

Saya adalah bagian yang tak terpisahkan dari kasus pelecehan seksual yang dilakukan seorang guru bejat di Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP) khusus untuk anak-anak autis. Kasus pelecehan seksual itu dilaporkan ke Polres Jakarta Selatan untuk yang pertama kalinya pada bulan Desember 2006 oleh 3 murid perempuan di sekolah khusus itu. Dan andalah yang menjabat sebagai Kapolres Jakarta Selatan pada saat kasus itu dilaporkan. Ivanka dan kedua teman sekolahnya memberanikan diri untuk melaporkan perbuatan sang buru bejat (Pak E inisial guru itu).

Saya adalah sahabat — bahkan bisa dibilang sebagai saudara — dari Cindy Inkiriwang, ibu dari Ivanka yang menjadi korban dari kasus pelecehan seksual itu. Kepada saya, Cindy mendiskusikan rencana pelaporan itu pertama kali. Dan ketika diputuskan bahwa kasus itu benar-benar akan dilaporkan, saya bertugas secara khusus “dibelakang” layar untuk membukakan jalan dan memudahkan mereka untuk meraih segala kebenaran, keadilan dan kemenangan.

Sejak kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen mencuat di media massa secara hebat dalam 2 pekan terakhir, saya pribadi sengaja untuk tidak mengarahkan “sorotan mata” pemberitaan kepada figur anda.

Saya perlu waktu untuk sejenak mengamati semua permasalahan dan perkembangannya melalui media massa.

Saya juga baru tahu kalau ternyata anda sekarang di Divisi Intelijen — setelah pindah dari Polres Jakarta Selatan –. Dan dari pemberitaan, saya ketahui bahwa sebenarnya dalam waktu dekat anda sudah akan dipromosikan menjadi Perwira Tinggi yaitu menjadi Brigjen.

Saya pun baru tahu dari pemberitaan media massa bahwa saat ini anda ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua Depok.

Rutan yang didominasi penjagaannya oleh Densus 88 Anti Teror Kelapa Dua. Dan patut dapat diduga, semua sejumlah sudut Rutan itu, terpasang begitu banyak alat pemantau dan alat penyadap. Entah itu dari pihak Densus 88 Anti Teror, ataupun dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tapi ada pemberitaan yang mengatakan Anda ditahan di Rutan Bareskrim POLRI. Whereever you are, no problem !
kombes williardi_wizard_kapolres_jaksel-20060523-002-wawan
Pak Wiliardi, tanpa bermaksud untuk mempengaruhi proses hukum yang dijalankan kepada Anda sebagai tersangka, saya ingin menyampaikan bahwa dari total kesalahan yang kini ditumpahkan kepada anda … tidak semua menjadi kesalahan anda sebagai pribadi.

Yang menjadi pertanyaannya adalah, apakah patut dapat diduga ada Perwira Tinggi yang sangat “untouchable” di belakang anda untuk memungkinkan pembunuhan itu terjadi ?

Pak Wiliardi, dalam bertugas sebagai JURNALIS maka andalan utama saya adalah hati nurani dan intuisi sebagai wartawan.

Dan ketika saya menanyakan kepada hati kecil saya, apakah anda yang sepenuhnya bersalah dalam kasus pembunuhan ini maka jawaban yang saya terima dari hati kecil saya adalah anda memutuskan untuk menghadapi ini sendirian” dan tidak akan membawa nama siapapun.

Ada apa sebenarnya, Pak Wiliardi ?

Saya tidak perlu repot-repot untuk kasak kusuk kesana kemari jika ingin mencari tahu tentang latar belakang permsalahan tertentu karena kebetulan Tuhan mengaruniakan panca indera ke-6 (SIX SENSE) untuk saya. Sehingga saya dengan mudah dan aman bisa mendengar suara hati siapa saja dan dari mana saja (sejauh apapun dan suara hati siapapun, bisa saya tanya atau saya dengarkan jika berbicara tentang apapun juga).

Anda bukan tipe yang kemaruk uang dan liar tak terkendali dalam menjalankan tugas sebagai POLISI. Sama sekali bukan, paling tidak itulah yang bisa saya simpulkan kalau belajar dari kasus pelecehan seksual dulu dan kalau ditanyakan kepada hati kecil saya.

Kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak autis oleh seorang guru bejat itu adalah kasus pelecehan seksual pertama yang berhasil dimenangkan oleh pihak korban di Pengadilan. Padahal itu dialami oleh anak dibawah umur, menyandang sakit tertentu pula (autis) dan tidak ada bukti kuat seperti cairan sperma atau apapun yang secara nyata akan membuktikan fisik pelecehan seksual tersebut.

Tapi tahukah anda mengapa kasus ini bisa dimenangkan ketiga korban itu ?

Karena ada hati yang bersih, tulus dan apa adanya dalam berharap serta meyakini sesuatu untuk mendapatkan pertolongan Tuhan. Dari 3 orang korban pelecehan seksual itu, 2 orang diantaranya adalah non pribumi dan seorang dari kalangan pribumi. Korban dari pihak keluarga pribumi ini adalah anak dari pedagang sayur di Pasar Induk. Mereka yang sangat tidak mampu. Miskin sekali. Dan anak ini bersekolahpun mengenakan jilbab. Sehingga, bisa dibayangkan betapa bangsat dan biadabnya guru bejat itu, melakukan perbuatan laknat yang terkutuk. Bahkan ketika korban yang sangat lemah ini mengalami MENSTRUASI, ia juga dipaksa untuk mau digerayangi dan dikobok-kobok.

Kelakuan guru bejat itu memang biadab sekali.

Saya dilibatkan dari pihak yang datang dari kalangan non pri (Keluarga Cindy Inkiriwang).

Anda dan jajaran di Polres Jakarta Selatan yang saat itu menangani kasus tersebut terkejut-kejut karena “tekanan” yang saya ciptakan dengan cara yang sangat apa adanya, tak terlihat wujud gerakannya tetapi sangat keras dirasakan.

Tekanan yang saya maksud dan saya lakukan ketika itu, bukan dalam konotasi yang negatif. Saya yang bergerak sendirian di belakang layar untuk melobi semua pihak agar sama-sama “mengawal” kasus ini demi meraih kebenaran, keadilan dan kemenangan untuk ketiga korban.

Selain karena ibu dari salah seorang korban adalah sahabat sejati yang sekeluarga besarnya memang saya sayangi, saya pribadi juga memiliki 3 orang anak perempuan.

Saya melobi sebanyak mungkin Pejabat Tinggi Negara di republik ini untuk memberikan perhatian pada kasus ini. Tetapi walaupun saat itu (dan sampai sekarang sebenarnya), saya mengenal sangat amat baik dan dekat dengan Kapolri yang menjabat di era itu yaitu Jenderal SUTANTO, satu-satunya yang tidak saya “recoki” adalah JENDERAL SUTANTO.

Tapi, saya tetap menggunakan akses langsung yang saya miliki kepada JENDERAL SUTANTO untuk melaporkan kasus ini. Karena sudah paham tentang sifat dan pembawaan JENDERAL SUTANTO yang sangat tenang, saya selalu tahu dan percaya bahwa apapun yang saya laporkan akan diterima serta diperhatikan sebagai bahan informasi. Tetapi ketika itu, saya belum sampai pada tahap meminta pertolongan secara khusus kepada JENDERAL SUTANTO.

Walaupun pada hari pemeriksaan pertama ketiga korban di POLRES JAKARTA SELATAN, ada utusan yaitu anggota POLISI dari kediaman dinas Perwira Tinggi POLRI yang terletak di Jalan Pattimura Jakarta Selatan datang ke Polres Jakarta Selatan untuk menemui saya, sekedar untuk menanyakan apakah semua berjalan dengan baik ? Saya sampaikan pesan dan jawaban kepada anggota POLISI yang dikirim itu bahwa semua berjalan baik.

Mengapa ketika itu saya belum mau meminta pertolongan khusus kepada JENDERAL SUTANTO ?

Sebab dari hitung-hitungan saya sebagai “motor” kemenangan dalam kasus ini, jika yang menangani kasus ini adalah tingkatan Polres maka yang lebih tepat dihubungi adalah Kapolda Metro Jaya. Untunglah saat itu, saya mengenal baik Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Adang Firman, rekan seangkatan Jenderal Sutanto (1973).

Walaupun mereka seangkatan, yang jauh lebih enak diajak bicara guyon adalah Irjen Adang Firman karena sifatnya yang sama-sama suko guyon seperti saya. Kalau kepada Jenderal SUTANTO, saya harus berhati-hati kalau bicara walaupun sering saya candai juga. Tetapi karena Jenderal SUTANTO sangat pendiam maka mau tak mau lawan bicara harus pandai-pandai membawakan diri.

Dulu, saya meminta tolong kepada Kapolda Metro Jaya Irjen Adang Firman agar Polres Jakarta Selatan menangani kasus pelecehan seksual itu dengan “sebaik-baiknya”. Artinya, jangan sampai pembelokan fakta dalam proses pemeriksaan sebab keluarga dari ketiga korban memang sangat serius untuk membawakan kasus ini ke Pengadilan.

Setahu saya, Irjen Adang Firman langsung menghubungi Anda sebagai Kapolres Jakarta Selatan. Dengan pesan, tangani kasusi itu dengan baik dan sampaikan ke meja kerja Metro-1 laporannya dari waktu ke waktu.

Dalam pertemuan-pertemuan berikutnya dengan saya di lokasi peliputan, saya aktif menceritakan kepada Kapolda Metro Jaya tentang perkembangan penanganan kasus itu di Polres Jakarta Selatan.

Malah saya sempat becanda, “Guru bejat itu Pak, pantasnya nih … diborgol tangannya, terus kita ikat dia di rel kereta api sana sampai ada kereta api yang lewat untuk melindas. Tapi sebelum dilindas, dicopot dulu alat kelaminnya itu. Biar kapok !” canda saya.

Irjen Adang Firman langsung menjawab dengan guyonan juga, “Waduh, saya yang takut jadinya. Hahaha. Jangan dicopot dong, nanti bagaimana kalau dicopot ? Sabar Mega, ada proses hukum. Serahkan saja pada proses hukum. Hukum tidak akan mentolerir kesalahan yang tidak manusiawi begitu. Saya sudah telpon Kapolres Jakarta Selatan.” jawab Irjen Adang Firman.

Selain dari Jajaran Kepolisian, lobi saya lakukan ke semua Pihak. Beruntunglah saya yang memang sudah banyak dikenal oleh Pejabat Tinggi Negara sebagai Wartawati Senior. Sehingga ketika saya menyuarakan sesuatu yang memerlukan dukungan moril demi mencapai sebuah kebenaran dan keadilan, dengan mudah saya mendapatkan dukungan.

Ketika itu, saya juga berbicara langsung dengan Menko Kesra Aburizal Bakrie. Dari Pak Ical, keluar rekomendasi kepada Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta. Dan dalam hitungan hari, seorang Deputi dari Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan ditugasi mendampingi ketiga korban yaitu dari proses pemeriksaan di Polres Jakarta Selatan sampai Persidangan di PN Jakarta Selatan.

Tak cukup sampai tingkatan Menko Kesra, untuk mendapatkan dukungan moril yang nyata maka kasus pelecehan seksual itu juga saya lobi ke Pihak Istana Kepresidenan (baik Istana Presiden, maupun Istana Wakil Presiden). Bukan untuk mengintervensi proses hukum. Semua menghormati jalannya proses hukum itu. Yang saya usahakan untuk dimiliki untuk ketiga korban yang bernasib malang ini adalah dukungan moril yang melingkar, kuat, kokoh dan tak mudah ditumbangkan oleh arogansi pihak si guru bejat yang dalam keluarga besarnya memiliki anggota keluarga dari aparat keamanan juga (diluar POLRI).

Jadi Pak Wiliardi, sepanjang jajaran Polres Jakarta Selatan menangani kasus pelecehan seksual terjadap ketiga orang korban, posisi saya dibelakang layar yang tak akan pernah bisa “diamati” oleh Polres Jakarta Selatan. Baru sekarang saya ceritakan kepada anda.

Cindy, ibu dari Ivanka (salah seorang korban), yang terus menceritakan kepada saya perkembangan penanganan kasusnya.

Pada suatu kesempatan, Cindy bercerita kepada saya.

“Ga, itu Pak Damanik becanda begini tadi ke gue … Waduh pusing saya Bu Cindy, siapa sebenarnya Ibu ini. Semua petinggi, boss-boss di Mabes ngecek langsung. Kemarin ada memo di meja saya. Damanik, kau jangan pulang hari ini ke rumahmu sebelum kau tangkap guru itu” ungkap Cindy menirukan Pak Damanik, yang saat itu menjadi salah seorang Kanit (Kepala Unit).

Mohon maaf karena saya ini awam tentang nama-nama jabatan di dalam unsur Kepolisian, saya tidak tahu Kasat apa istilah jabatan beliau tapi di bagian itulah semua pemeriksaan.

Ketika Cindy menceritakan itu, memang pemeriksaan kepada ketiga korban sedang terus berlangsung. Dan pemberitaan di semua media massa sangat gencar.

Dan baru saya ceritakan juga kepada anda, Pak Wiliardi.

Saya yang ada di belakang semua pemberitaan yang sangat “gegap gempita”. Saya menghubungi langsung sahabat-sahabat dan sejumlah senior yang menduduki posisi penting di media massa. Saya memang tipe manusia yang tidak akan pernah mau menyerah dalam memperjuangkan sesuatu yang saya yakini sebagai sebuah kebenaran.

Sampai titik darah penghabisan, kebenaran akan saya perjuangan dengan cara saya.

Ada yang lucu dari proses pemeriksaan yang ditangani jajaran Polres Jakarta Selatan yaitu setelah guru bejat itu ditangkap oleh Petugas Kepolisian dari Polres Jakarta Selatan.

Mau tak mau, saya jadi sering mendatangi Polres Jakarta Selatan setiap kali ada pemeriksaan kepada ketiga korban. Pemeriksaan biasanya di lakukan di lantai 3.

Di ruangan yang bersebelahan dengan ruangan pemeriksaan kepada ketiga korban, saya pernah melihat belasan orang siswa SMA yang baris berjejer dengan mengenakan celana dalam.

Saya katakan kepada Cindy, “Busyet, itu porno bener. Kenapa gak sekalian aja ditelanjangi ya Cin, biar klewer-klewer anu-nya kelihatan” canda saya kepada ibu dari salah seorang korban.

Cindy menjawab, “Gila lu, itu kayaknya anak-anak SMAyang tawuran. Pada degil-degil, bukannya sekolah, ini malah tawuran” jawab Cindy yang duduk bersebelahan dengan saya di bagian luar ruangan pemeriksaan.

Kemudian ada pengalaman yang juga sangat lucu sehingga kami tertawa terbahak-bahak kegelian.

“Ga, itu tuh polisi yang nangkap si guru itu. Yang itu tuh, yang masuk ruangan. Gue juga gak tahu namanya” kata Cindy menunjuk seorang lelaki muda bertubuh kekar, rambut gondrong, muka seram dan … hancur deh penampilannya.

Saya jawab, “Ya ampun Cin, busyet, jelek bener penampilannya. Takut gue. Yaelah, mana orang tahu kalau dia polisi ya. Serem bener tampangnya” jawab saya.

Cindy dan saya tertawa terbahak-bahak membayangkan si guru bejat yang melakukan pecelehan seksual hampir ke seluruh murid perempuan di sekolah khusus itu, pasti bisa kencing di celana ketika ia harus ditangkap oleh “tim buru sergap” Polres Jakarta Selatan yang dari tampangnya saja sudah sangat awut-awutan.

Jadi setiap kami datang ke Polres Jakarta Selatan, maka yang pasti menjadi perhatian kami adalah sebuah ruangan dekat ruang pemeriksaan korban. Sebab di ruangan itu, polisi yang penampilannya sengaja di buat awut-awutan dalam penyamarannya. Dan memang, harus diakui penyamaran mereka sempurna betul. Hancur abis !

Dan Cindy pernah menyuruh saya untuk mengantarkan nasi kotak yang sebenarnya dibelikan untuk ketiga korban yang menjalani pemeriksaan. Nasi kotak itu sengaja dibeli lebih banyak karena mau diberikan kepada “tim buru sergap” yang awut-awutan kayak benang kusut itu penampilannya.

“Ga, lu anterin nih buat mereka” kata Cindy.

“Ogah ah, gue takut. Ngeliat dari jauh aja, gue yang gemetaran sendiri. Busyet tuh, kalau beredar di luar sana. Orang mana ada yang percaya kalau itu polisi. Dikira tukang bakso, kuli bangunan atau pedagang kaki lima kali. Hebat mereka ya nyamarnya” jawab saya.

Akhirnya ketika itu, Cindy yang mengantarkan nasi kotak itu kepada polisi-polisi yang menjadi “tim buru sergap” tadi.

Dan setelah nasi kotak itu diantar, kami jadi ketawa lagi terbahak-bahak. Pasalnya, polisi yang “awut-awutan tadi” menyampaikan sesuatu kepada Cindy. Sebenarnya omongan yang disampaikan ssangat serius dan biasa-biasa saja yaitu sebagai atensi atau kepedulian dari aparat penegak hukum.

“Ga, tadi kata polisi yang gondrong itu. Bu, tenang saja. Tidak apa-apa. Guru itu sudah kami masukkan ke sel. Jadi anak Ibu tidak perlu takut” kata seorang polisi yang “awut-awutan” tadi.

Tapi memang dasar Cindy – yang sama”sintingnya” dengan saya — malah geli mendengar omongan itu.

Bukan karena isi omongannya tetapi mimik muka dan penampilan si polisi yang bicara itu tidak bisa menghentikan rasaa geli.

“Lu tau tahu, waktu dia ngomong mukanya serius lho. Tapi ngeliat rambutnya kriwil-kriwil sebahu, gue jadi geli sendiri” jawab Cindy

Pak Wiliardi, kasus pelecehan seksual itu akhirnya memang dimenangkan oleh ketiga korban. Guru bejat itu dinyatakan terbukti bersalah dan divonis pidana kurungan 1,5 tahun. Dari awal, kami sudah sepakat bahwa berapapun vonis pidana kurungannya tidak jadi masalah. Yang penting keputusan untuk menyatakan bahwa si guru bejat itu “TERBUKTI BERSALAH” adalah tujuan utama yang ingin diraih.

Tidak cuma KEPOLISIAN, dari unsur KEJAKSAAN juga saya “kunci” untuk tidak mengabaikan prinsip kebenaran dan keadilan yang seadil-adilnya kepada ketiga korban.

Sebelum persidangan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, saya berbicara langsung dengan Jaksa Agung (yang ketika itu dijabat oleh Abdul Rahman Saleh).

Saya ceritakan duduk persoalannya kepada Jaksa Agung yang bertemu dengan saya di Istana Kepresidenan (periode 1999-2008 saya bertugas sebagai Wartawan yang meliput di Istana Kepresidenan). Intinya, JAKSA PENUNTUT UMUM dalam kasus pelecehan seksual ini jangan pernah mau disuap atau diminta untuk “kongkalikong” dengan pihak terdakwa.

Saya belum menghubungi Cindy, sahabat saya, yang merupakan ibu dari salah seorang korban pelecehan seksual itu pasca mencuatnya pemberitaan tentang kasus pembunuhan ini.

Tapi saya bisa menebak bahwa pasti Cindy dan ketiga korban itu akan sangat sedih bila mendengar anda ditangkap, ditahan dan kini berhadapan dengan masalah hukum yang cukup pelik.

Ketiga korban — walau merupakan anak-anak malang yang menderita sakit autis — tetapi pada dasarnya mereka tahu bahwa semua Om Polisi dan Tante Polwan yang ada di Polres Jakarta Selatan, sangat baik kepada mereka. Tidak seperti Pak E …, guru yang mereka benci karena hobi menggerayangi tubuh murid perempuannya dengan biadab disela-sela jam pelajaran.

Walau mereka anak-anak yang kondisi dirinya sangat “khusus”, hati mereka tetaplah hati anak-anak yang sangat putih, polos, suci dan sangat apa adanya. Mereka sangat senang kepada Anda dan Jajaran Anda di Polres Jakarta Selatan. Itu sebabnya, tidak sulit bagi orangtua mereka untuk mengajak ketiga korban untuk datang ke Polres Jakarta Selatan.

Tidak satu rupiahpun kami menyuap agar kami yang dimenangkan. Malah patut dapat diduga, pihak lawan dalam kasus inilah yang patut dapat diduga hendak menyuap Pihak Kepolisian di Polres Jakarta Selatan tetapi samasekali tidak ditanggapi. Apalagi anggota keluarga dari si guru bejat itu yang kabarnya anggota dari aparat keamanan tertentu berpangkat perwira menengah, ikut turun ke lapangan agar bisa membebaskan si guru tadi.

Ketika Cindy menceritakan kepada saya bahwa keluarganya pernah didatangi dan diteror akibat kasus ini, saya yang melaporkan ancaman dan teror dari “petugas berseragam hijau tadi” ke Pejabat Militer yang pangkatnya jauh di atas dari si perwira menengah tadi.

Masjid Haji Abu Wizar yang didirikan di samping Polres Jaksel semasa Wiliardi Wizard jadi KAPOLRES

Pak Wiliardi, walau sangat terlambat, izinkan saya menyampaikan ucapan terimakasih dari lubuk hati yang terdalam untuk kinerja yang sangat amat baik luar biasa dari Jajaran yang anda pimpin di Jakarta Selatan.

Mungkin sebagian media mengatakan keberhasilan Polres Jakarta Selatan adalah saat menangani kasus perseteruan Mayangsari dengan pihak Halimah Triatmodjo dan kedua anaknya yang menyerang kediaman Mayangsari, tapi dimata saya (dan tentu di mata anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual itu), keberhasilan Anda dan Jajaran Polres Jakarta Selatan adalah saat menangani kasus pelecehan seksual terhadap 3 orang anak perempuan yang mengidap sakit autis.

Fakta-fakta mulai bermunculan bahwa anda terlibat secara langsung di lapangan.

Tapi hati kecil saya mengatakan anda sebenarnya “tidak bersalah”.

Pak Wiliardi, terimalah uluran tangan saya sebagai tanda empati yang tulus. Hati kecil kami tidak bisa dibohongi atau dipaksa untuk ikut menghujat serta ramai-ramai dalam euforia di luar sini untuk menunjuk muka anda bahwa anda adalah pembunuh.

Di mata kami, di hati kami, anda tetap seorang Polisi yang membanggakan.

Tolong, jangan rusak rasa hormat dan kecintaan dari ketiga orang anak yang menjadi korban pelecehan seksual dulu. Mereka begitu sayang dan bangga kepada semua Om Polisi dan Tante Polwan yang ada di Polres Jakarta Selatan.

Just tell us the truth, Pak Wiliardi.

Katakan kepada kami, katakan kepada semua orang, katakan kepada Tim Penyidik anda, katakan kepada Indonesia, apa sebenarnya yang terjadi dan siapa sebenarnya yang ada “dibelakang” anda.

Dengarkanlah suara hati anda yang paling dalam dan paling tulus.

Betul anda memang ada secara fisik dalam rapat atau pertemuan dengan tersangka utama dalam kasus ini misalnya (Pejabat Tinggi Negara yang berinisial AA).

Tapi, jangan paksa kami untuk mengabaikan suara hati kami sendiri.

Anda terlalu baik tetapi kebaikan itu akan sangat sia-sia jika mau pasang badan untuk siapapun dalam internal POLRI yang pangkat dan angkatannya memang diatas Anda.

Tidak akan ada gunanya jika membiarkan ada sepotong fakta menjadi tetap tertutup dan sulit dibuka oleh tangan-tangan kebenaran dalam kehidupan ini. Anda kunci dari terkuaknya kebenaran itu secara baik.

Katakanlah sejujurnya, apa dan siapa sebenarnya yang terlibat.

Katakanlah sejujurnya, apakah patut dapat diduga KOMJEN GM terlibat dalam kasus ini ?

Demi ketiga anak kecil yang menjadi korban pelecehan seksual dulu — yang kasusnya sangat berhasil mengusung prinsip kebenaran dan keadilan bagi ketiga korbgan yang lemah tak berdaya — semoga Anda mau untuk berkata jujur.

Selain demi ketiga anak kecil yang sangat menghormati dan mencintai Jajaran Polres Jakarta Selatan yang anda pimpin dulu, berkatalah sejujurnya … demi kebenaran itu sendiri.

Kebenaran itu ibarat air yang mengalir, ia akan tetap mengalir walau di bendung sekalipun.

Dalam konteks ini Pak Wiliardi, anda tinggal memilih. Apakah Anda memilih menjadi air yang menjadi lambang kebenaran itu, atau justru anda memilih untuk menjadi bendungan yang menjadi simbol penghalang kebenaran itu.

Anda, dan Jajaran Polres Jakarta Selatan, selalu ada di hati kami.

Dan kami ingin, keberadaan Anda di hati kami adalah sebagai Wiliardi Wizard yang bersedia untuk selalu mengedepankan kebenaran. Bukan sebagai Wiliardi sang pembunuh yang mau-maunya berkorban untuk pasang badan demi si pembunuh yang sebenarnya.

Saya belum ingin menelepon Ivanka, salah seorang anak yang menjadi korban pelecehan seksual itu untuk menceritakan kasus yang menimpa anda ini. Saya juga tidak ingin mengajak Cindy (sang ibunda dari Ivanka) untuk datang membesuk anda. Sebab kalau Cindy membesuk, berarti Ivanka ikut.

Anak-anak yang menderita autis, jangan dianggap sepele karena sebenarnya tingkat kecerdasan mereka diatas rata-rata. Untuk jenis penyakit atau kelainan autis ini, pilihannya ada 2 bagi si anak yang menderita. IQ mereka dibawah rata-rata atau diatas rata-rata. Sehingga bagi anak yang bernasib sial memiliki IQ dibawah rata-rata, keberadaan mereka tidak akan ada bedanya dengan anak-anak idiot.

Tetapi Ivanka, memiliki IQ diatas rata-rata. Saat kasus itu terjadi saja, Ivanka sudah mencapai GRADE 2 dalam kursus tarian Ballet yang diikutinya. Padahal itu tahun 2006-2007. Pasti saat ini, tingkatan atau GRADE Ivanka dalam kemampuan tarian ballet-nya jauh lebih tinggi.

Saya takut, Ivanka bertanya kepada anda.

“Om Polisi, kenapa Om dipenjara. Om salah apa ? Kan Om Polisi, harusnya menangkap penjahat. Kok sekarang, malah Om yang ditangkap ?”.

Saya yakin, kesana arah pertanyaan dari Ivanka kalau misalnya ia diberitahu bahwa salah seorang polisi di Polres Jakarta Selatan — tempat kasusnya dulu ditangani — saat ini sedang dipenjara karena kasus pembunuhan.

Salam persahabatan dari kami, Pak Wiliardi.

Kami tidak malu mengakui bahwa kami adalah sahabat anda. Kalau saat ini, sejumlah besar orang yang sebenarnya kenal dengan anda, mendadak menjadi tidak ingin kenal maka kami orang pertama yang menyatakan bahwa kami sahabat Anda.

Kami tidak malu untuk menyampaikan Anda polisi yang membanggakan selama ini.

Keterlaluan kalau ada yang bilang Anda membunuh karena ingin naik pangkat dan berambisi jadi Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya tetapi Kapolri BHD lebih memilik Mochamad Iriawan yang menduduki posisi tersebut.

Maaf ya, patut dapat diduga Kapolri BHD juga semasa menjadi Kabareskrim Polri berambisi kok jadi KAPOLRI. Sekarang saja, patut dapat diduga Jenderal BHD mau melakukan apa saja untuk menyenangkan hati Presiden SBY agar tetap dipertahankan sebagai KAPOLRI, sehingga akhirnya membuat POLRI menjadi tidak netral.

Hati-hati ya dalam memerintahkan bawahan menyampaikan pernyataan publik terkait kasus ini. Jangan paksa kami untuk membuka fakta-fakta yang kami ketahui seputar ambisi jabatan.

Patut dapat diduga, seorang Komisaris Jenderal POLRI ada yang gelap mata ingin jadi Kabareskrim, Wakapolri atau KAPOLRI. Tiga jabatan sekaligus yang diincar saat ini. Mau bilang apa sekarang ? Akibat air liurnya ibarat menetes didera ambisi, patut dapat diduga perempuan simpanan dari perwira tinggi POLRI ini sampai nekat ke PARANORMAL. Bukankah itu hal yang menjijikkan ? Tak cuma menjijikkan tapi sesat luar biasa. Lalu karena tahu, bahwa kami mengenal banyak Pejabat Tinggi Negara si KOMJEN jenis yang satu ini sampai pernah membelikan 7 botol parfum, mutiara, mengirimkan ribuan pesan singkat SMS dan sebagainya (hanya untuk sekedar mengemis perhatian yang sangat menjijikkan). Ambisi kotor yang sangat busuk itu, patut dapat diduga menjadi bagian dari nafas kehidupan perwira tinggi model seperti ini.

POLRI jangan sok pintar untuk menciptakan alibi atas perintah Kapolri BHD demi mencari pembenaran. Untuk mencari kebenaran, biarkan anak buah yaitu PENYIDIK POLDA METRO dan Tim PROPAM POLRI melakukan pemeriksaan yang intensif secara menyeluruh.

KAPOLRI BHD, patut dapat diduga sangat kreatif mengarang alibi untuk menyelamatkan POLRI.

Eh Bung BHD, maaf ya, kami ingin memberitahukan bahwa siapapun PIMPINAN POLRI maka ia hanya bisa menyelamatkan POLRI kalau anda profesional dan tidak menyeret POLRI menjadi tidak netral demi menyenangkan hati PENGUASA.

Menangani seorang KOMJEN saja, patut dapat diduga KAPOLRI BHD tidak punya nyali dan sangat rendah diri untuk menindak tegas semua dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan KOMJEN tertentu dalam lingkungan POLRI.

Sudahlah, kami juga tahu beberapa fakta yang sangat riil di lapangan. Satu contoh kecil saja, karena patut dapat diduga ingin menjilat kepada atasannya yaitu KAPOLRI JENDERAL SUTANTO, maka ada seorang KOMISARIS JENDERAL di Jajaran Bareskrim Polri semasa kepemimpinan Jenderal Sutanto yang dengan sangat lancang berani mengundang seorang wartawan ke ruang kerjanya.

Lalu kepada wartawan itu, dikatakanlah bahwa dari semua polisi di POLRI … hanya si KOMJEN inilah orang yang berjasa kepada JENDERAL SUTANTO sebab si KOMJEN ini yang mau jadi panitia pernikahan anak dari JENDERAL SUTANTO. Omongan yang samasekali tidak santun, tidak benar, ngarang saja dan lebih bermuatan penjilatan. Omongan itu sampai ke telinga Pemimpin Redaksi KATAKAMI Mega Simarmata dari wartawan yang di undang ke ruang kerja si KOMJEN tadi.

Dan kami laporkan kepada JENDERAL SUTANTO. Untung saja, JENDERAL SUTANTO memang Pimpinan yang bijaksana sehingga selalu bersedia memberikan maaf dan permakluman. Dari dulu saja, patut dapat diduga sudah tercium bau ambisi yang kotor dan penuh penjilatan. Apalagi sekarang ! Jangan macam-macam deh. Daripada kami buka-buka semuanya.

POLRI harus tetap profesional dan NETRAL.

(Camkan itu, hei engkau yang patut dapat diduga masih mengidap sakit penjilatan kepada kekuasaan).

friendship-3.jpg image by tiddlytwinks

Oke Pak Wiliardi, sekali lagi semoga anda mau menyuarakan kebenaran.

Semoga anda tabah dan tetap tenang menjalani semua pemeriksaan dan persidangan. Dari kejauhan, kami sungguh berharap anda mau mempertimbangkan ini. Suarakan kebenaran. Katakan, apa sebenarnya yang terjadi. Masih tetap terbuka kesempatan untuk mengatakan hal yang sebenarnya terjadi.

Jangan karena Anda memang pernah bertugas sebagai Kapolres di NTT, maka patut dapat diduga ada “PELAJARAN MENGARANG BEBAS” yang sengaja dimunculkan sehingga terbangun opini publik bahwa keterlibatan sejumlah EKSEKUTOR PEMBUNUHAN dalam kasus Nasrudin Zulkarnaen yaitu lelaki FLORES NTT adalah karena faktor tadi.

Sekarang kalau kami balik pertanyaannya, ada PEMBUNUH FLORES terlibat, apakah memang karena Anda pernah tugas sebagai Kapolres di NTT, atau patut dapat diduga ada KOMISARIS JENDERAL FLORES dalam struktur organisasi POLRI yang menjadi makelar pembunuhan dalam kasus yang sadis, brutal dan tak manusiawi ini ?

Sekali lagi Pak Wiliardi Wizard, TERIMAKASIH dari lubuk hati kami yang terdalam, atas kinerja yang sangat amat baik saat Anda memimpin POLRES JAKARTA SELATAN dalam menangani kasus pelecehan seksual yang dialami oleh 3 orang anak-anak dibawah umur sebagai korban dari kebejatan guru mereka sendiri.

Anda bukan PEMBUNUH. Apa bedanya, Anda yang dikabarkan menyerahkan uang kepada eksekutor pembunuhan dalam kasus Nasrudin Zulkarnaen, dengan sindikat Komisaris Jenderal GM yang patut dapat diduga menerima uang miliaran atau bisa jadi triliunan dari bandar dan mafia narkoba Liem Piek Kiong alias MONAS agar untuk yang ketiga kalinya lolos dari jerat hukum ?

Untuk menyelamatkan sejumlah Perwira Tinggi POLRI yang terlibat, patut dapat diduga KAPOLRI BHD yang saat bandar MONAS sengaja diloloskan dari jerat hukum itu menjabat sebagai KABARESKRIM POLRI, sengaja mencopor 5 Penyidik BARESKRIM POLRI dari kalangan bawah saja.

Apa bedanya, kesalahan Anda yang diminta menyerahkan uang atau diminta menemui Antasari untuk mewakili makelar utama dalam kasus pembunuhan ini, dengan skandal hukum paling memalukan dalam penanganan narkoba yang jungkir balik terkait bandar narkoba MONAS itu ? Tidak ada bedanya. Malah patut dapat diduga, jumlah uang yang diserahkan bandar narkoba MONAS kepada oknum Perwira Tinggi POLRI yang menjadi bekingnya mencapai triliunan rupiah.

Dimana bedanya ? Sama-sama uang, malah yang paling sial disini adalah KOMBES WILIARDI WIZARD karena mau saja disuruh menyerahkan uang (tanpa tahu resiko berurusan dengan mafia-mafia pembunuhan yang patut dapat diduga juga menjadi beking dari bandar narkoba).

Sympathy024.gif image by GraphEmp

Lalu apa bedanya, kesalahan dari KOMBES WILIARDI WIZARD yang dimanfaatkan tangannya untuk menyerahkan uang Rp. 500 juta kepada pembunuh di lapangan, dengan KAPOLRI BHD yang patut dapat diduga memanfaatkan INSTITUSI POLRI untuk memenangkan Presiden SBY dalam Pemilu Legislatif 2009 ? Sehingga, patut dapat diduga semua tindak pidana kecurangan menjadi mental tak bisa diproses secara hukum akibat ulah Jenderal BHD yang ngotot membela penguasa.

Dimana letak perbedaannya ? Kalau Jenderal BHD ingin profesional sebagai Pimpinan, maka pertanyaannya adalah mengapa patut dapat diduga sejumlah POLISI yang terlibat dalam kasus dilepaskannya bandar judi DONI HARIYANTO — yaitu yang patut dapat diduga bersekongkol dengan Jaksa dan sama-sama mendapatkan uang suap Rp. 700 juta agar bandar judi itu dilepaskan di tempat parkir — tidak diproses secara hukum padahal POLISI itu menerima uang suap. Dan bukan justru memberikan ?

Mengapa tidak diproses, oknum KOMJEN GM yang patut dapat diduga menerima uang triliunan rupiah dari bandar narkoba Liem Piek Kiong alias MONAS sehingga si bandar keparat ini bisa 3 kali berturut-turut diloloskan dari jerat hukum (padahal isteri dari Monas sudah mendapatkan vonis mati ) ?

Dimana keadilan itu ? Dan dimana wibawa Pemimpin yang tidak mampu menindak secara adil dan merata kepada para bawahannya ? Hentikan semua omong kosong yang bola liarnya sengaja mau dibuat untuk membusukkan KOMBES WILIARDI WIZARD. Hati-hati, banyak kasus yang patut dapat diduga disembunyikan oleh KAPOLRI BHD.

Jangan ada satu manusiapun yang kebetulan saja saat ini menduduki jabatan penting merasa berhal dan sok mau jadi raja tega. Belagu benar. Kami sarankan, mematut diri sekarang di depan cermin.

Alias, NGACA DULU dong lu !

Salam Persahabatan,

Mega Simarmata

Pemimpin Redaksi KATAKAMI

Kisruh Politik Berdarah Terjadi Iran, Tapi Anehnya Ada Segelintir Politisi AS Ada Yang Lancang, Sok Hebat Tapi Malah Jadi Salah Tuding Ke Muka OBAMA




Jakarta 19/6/2009 (KATAKAMI) Ada saja yang dijadikan kontroversi oleh pihak yang telah berlalu kekuasaannya dan juga yang jelas-jelas KALAH MUTLAK pada pertarungan politik di AMERIKA SERIKAT. Baik itu rezim dari duet yang dicaci-maki oleh mayoritas warga dunia karena kejahatan kemanusiaannya yaitu Bush - Cheney, atau pihak John McCain yang terbukti "TAK BERKUKU" dalam memenangkan Pilpres AS bulan Novvember 2008 lalu.

Dan yang dijadikan target sasaran selalu Barack Hussein Obama !

Ada yang dianggap salah, lemah, berlebihan atau berkekurangan. Seakan-akan, pihak pengkritik yang sudah "BERLALU MASANYA" ini, menjadi figur yang paling sempurna dibandingkan seluruh rakyat Amerika yang ada di muka bumi ini. Ada sebuah syndrome yang sangat berbahaya bagi kesehatan jasmani dan rohani -- dan jelas ini harus diwaspadai -- yaitu POST POWER SYNDROME. Bagi siapapun yang kekuasaannya telah berlalu atau ambisinya untuk berkuasa tak kesampaian, patut mewaspadai serangan syndrome yang sangat memprihatinkan itu.

Barack Hussein Obama, mendadak dituding-tuding tak jelas sikapnya atas hasil dan situasi terakhir di IRAN. Lho, apa urusannya Pilpres di Iran dan kisruhnya situsasi keamanan di Iran, pasca kemenangan Ahmadinejad ? Tidak ada urusannya dan tidak kaitannya semua perkembangan taktis itu terhadap diri Barack Hussein Obama. Sebagai seorang pemimpin dunia, politisi dan negarawan sekaliber Baraco Hussein Obama tentu akan menghormati nilai-nilai demokrasi di semua negara yang ada di muka bumi ini.

Tidak lantas karena ia sekarang menjadi PRESIDEN AS ke-44 (yang notabene BERHASIL menyingkirkan John McCain) dari panggung persaingan politik yang alot tahun 2008 lalu), maka Obama bisa seenaknya intervensi dan COMEL merecoki urusan dalam negeri negara lain.

No way !

Percayalah, Barack Hussein Obama tidak akan pernah mau lancang dan kurang kerjaan merecoki urusan dalam negeri negara lain -- seakan-akan, tugas utamanya sebagai PRESIDEN AMERIKA SERIKAT sangat enteng sehingga ia sengaja mencari-cari "pekerjaan" lain di negeri tetangga manapun di muka bumi ini.

Bush, Cheney atau McCain, serta para politisi pendukung mereka yang agenda utama partainya adalah mau menyodok kredibilitas dan wibawa pemerintahan Obama lewat "beraneka-ragam" isu yang diramu dengan bermacam-macam bumbu, sebaiknya tahu diri dan tahu malu sedikitlah.

Bush, Cheney atau McCain, serta para politisi pendukung mereka yang terbiasa merecoki negara lain -- bahkan Bush dan Cheney yang sok hebat melakukan INVASI di sejumlah negara atas nama PERANG MELAWAN TEROR -- harus segera menyadari bahwa kelakukan-kelakuan yang buas bagai binatang serigala sehingga menjungkir-balikkan nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan HAM di muka bumi ini, sudah tak laku lagi untuk terus dipertahankan.

Situasi terakhir yang di Iran, adalah situasi logis yang bisa saja terjadi dimanapun juga, sebagai dampak dari percaturan politik yang carut marut antar elite politik di negara tersebut. Disinilah dibutuhkan kelenturan sikap dari Ahmadinejad bahwa kemenangan tak harus dijaga dengan "TANGAN BESI"

Situasi terakhir di Iran, adalah situasi logis yang bisa saja terjadi di manapun juga, sebagai dampak dari kekecewaan pihak yang kalah dan TAK SIAP KALAH dalam percaturan politik yang carut marut antar elite politik di negara tersebut.

Mari kita sejenak mengingat situasi menjelang Pilpres di Iran beberap waktu lalu. Ahmadinejad dan rival utamanya yaitu Mousavi "jualan kecap kampanye" dengan topik menggempur ISRAEL sampai luluh lantak.

Coba diingat kembali, bagaimana garang dan lantangnya mereka menegaskan bahwa bila mereka yang terpilih maka ISRAEL akan dihancurkan sampai titik darah penghabisan.

Luar biasa !

Ahmadinejad dan Mousavi sama-sama lupa bahwa jangankan ISRAEL, negara mereka sendiripun yaitu IRAN akan mudah mencapai dan tiba pada titik kehancuran kalau antar elite politik di sana tidak punya satu kesamaan yang fundamental yaitu : SIAP MENANG DAN SIAP KALAH.

Sekali lagi, dalam percaturan politik di negara manapun maka semua kandidat harus secara kesatria menyadari dan melaksanakan asas yang paling mutlak diberlakukan dalam diri mereka masing-masing yaitu : SIAP MENANG DAN SIAP KALAH.

Jangan jauh-jauh bermimpi atau berencana menyerang dan menggempur ISRAEL sampai rontok rata dengan tanah. Bagaimana mereka mau menggempur Israel, antar elite politik didalam negeri mereka sendiri saja, tak bisa akur !

Kasihan sekali, seluruh dunia menyaksikan cakar-cakaran dan demonstrasi yang menelan korban jiwa, hanya karena tidak punya itikat baik di masing-masing kubu yaitu SIAP MENANG DAN SIAP KALAH.

Aparat keamanan di Iran, tentu harus tunduk sepenuhnya kepada perintah dari Yang Mulia Presiden Ahmadinejad. Selain karena saat ini kekuasaan yang sah secara konstitusi ada di tangan Ahmadinejad, ternyata pemenang Pemilu Pilpres adalah Ahmadinejad juga.

Jika memang ada kecurangan disana-sini, pihak yang kalah atau pihak yang merasa dirugikan tak perlu mati-matian mengorbankan nyawa lewat serangkaian aksi unjuk rasa yang berdarah-darah. Tempuh saja proses hukum yang berlaku di negara itu !

Dan sekarang kalau pertanyaannya di balik, hak apa yang dimiliki oleh Barack Hussein Obama untuk memerintahkan Ahmadinejad tidak menangkapi demonstran atau memerintahkan Ahmadinejad untuk membatalkan kemenangannya dalam Pemilu Pilpres agar rival utamanya yang keluar sebagai pemenang ?

Barack Hussein Obama, tentu sangat tahu menempatkan dirinya.

Barack Hussein Obama, tentu sangat menghormati urusan dalam negeri dari negara lain.

Barack Hussein Obama, tentu tidak ingin menjerumuskan bangsa dan negaranya menjadi pihak yang lancang untuk mencampuri urusan dalam negeri negara lain.

Apakah yang diharapkan oleh sebagian pihak, Barack Hussein Obama mengumumkan bahwa AMERIKA SERIKAT akan menginvasi Iran atas nama demokrasi dan membela hak-hak para demontran pendukung Mousavi ?

Kalau ada yang berharap seperti itu didalam hati atau angan-angannya, maka kalimat yang paling tepat untuk disampaikan -- seperti istilah anak gaul di Indonesia ini -- GILA KALI LU !

Apa yang dilakukan oleh AMERIKA SERIKAT, khususnya oleh Presiden Barack Hussein Obama dalam menanggapi situasi perpolitikan di Iran, sudah sangat tepat dan memang itulah yang semestinya dilakukan.

Bukan Barack Hussein Obama yang harus didorong-dorong merecoki atau mencampuri urusan dalam negeri IRAN. Jika memang dalam pandangan dunia, sudah sangat parah situasi di Iran, maka yang harus turun tangan adalah PERSERIKATAN BANGSA BANGSA (PBB).

Sekjen PBB Ban Ki Moon harus cepat mengambil tindakan yang sesuai dengan prosedur atau ketentuan yang berlaku secara universal.

Bagi semua negara dan warga dunia yang menghormati nilai-nilai demokrasi maka yang justru harus disampaikan kepada Barack Hussein Obama adalah respek dan hormat yang tinggi.

Terimakasih Yang Mulia Presiden Obama, sedikitpun anda tidak menunjukkan hawa nafsu atau ambisi yang setara dengan kelakuan MONSTER dalam tatanan internasional.

Obama jsutru membuat dan mengangkat martabat AMERIKA SERIKAT menjadi lebih mengagumkan, karena proses demokratisasi di negara lain di hormati dan dibiarkan berjalan pada rel yang sesungguhnya.

Bukan seperti sepasang pemimpin yang barangkali sekarang menderita POST POWER SYNDROME yaitu Bush dan Cheney. Dan bukan juga seperti seorang "calon pemimpin" yang KEOK alias KALAH TELAK pada pertarungan Pilpres di AS yaitu John McCain. Kecian deh lo !

Ada satu kalimat bijak yang perlu diingatkan kepada mereka-mereka yang lancang menyalahkan Obama yang tidak mau merecoki Iran yaitu :

"MULUTMU ADALAH HARIMAUMU !

Cobalah Bush dan Cheney mematut diri alias bercermin di depan kaca. Sudah cukup hebatkah, sudah cukup berhasilkah, dan apakah memang tidak sedikitpun kesalahan atau pelanggaran di bidang hukum, HAM dan nilai-nilai kemanusiaan -- semasa menjabat dulu ???

Kalau tidak salah ingat, banyak sekali desakan agar kedua pemimpin ini ditendang saja ke muka peradilan yaitu menghadapi "IMPEACHMENT"

Mau diadili ?

Dan untuk pihak yang kalah. Ya, tahu diri sajalah.

Fakta membuktikan, anda memang tidak hebat-hebat amat, Tuan Mc Cain. Mau diapakan lagi ? Urusan dalam negeri orang lain, mana bisa dicampuri. Memangnya, Iran punya nenek moyang anda ?

Jadi ? Tutup mulut anda semua, hai tuan-tuan yang tidak bisa menghormati nilai-nilai demokrasi di negara lain ! Shut up !

Lalu Presiden Ahmadinejad, juga harus lebih bijaksana serta menahan diri dalam mengambil semua kebijakan di bidang keamanan nasional negaranya. Kemenangan sudah di tangan, apalagi yang harus dikuatirkan ?

Betapa malunya Iran di kancah internasional. Selama ini sok jago dalam urusan nuklir, tetapi mengurus urusan politik dan keamanan di negaranya saja, tak bisa. Jangan membunuhi rakyat. Demokrasi, tidak harus dan tidak membutuhkan "TUMBAL NYAWA !". Hanya orang tak beragama, sesat dan sangat kesetanan yang tega-teganya menempuh cara-cara "TUMBAL NYAWA" untuk urusan proses demokratisasi di negaranya.

(MS)